Halaman

Rabu, 22 Februari 2012

Isi, Sifat dan Bentuk Kaidah Hukum

Isi, Sifat dan Bentuk Kaidah Hukum

Kaidah hukum dilihat dari isinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) :
  1. Kaidah hukum yang berisi "Perintah", yang mana mau tidak mau harus dijalankan dan ditaati.
  2. Kaidah hukum yang berisi "Larangan".
  3. Kaidah hukum yang berisi "Perkenan", yang mana hanya mengikat sepanjang para pihak yang bersangkutan tidak menentukan lain dalam perjanjian. 
Ditinjau dari sifatnya, kaidah hukum ada 2 (dua) macam :

1. Kaidah hukum yang bersifat imperatif,
    Kaidah hukum itu imperatif apabila kaidah hukum itu bersifat apriori harus ditaati, bersifat mengikat atau memaksa. Contoh ketentuan yang bersifat imperatif, Pasa 1334 ayat 2 BW.

2. Kaidah hukum yang bersifat fakultatif.
    Kaidah hukum itu fakultatif apabila kaidah hukum itu tidak secara apriori mengikat. Kaidah hukum fakultatif ini sifatnya melengkapi, subsidiair atau dispositif.
 
Kaidah hukum yang isinya perintah dan larangan bersifat imperatif, sedangkan yang isinya perkenan bersifat fakultatif.

Bentuk kaidah hukum ada 2 (dua) :

1. Kaidah hukum tidak tertulis,
    Kaidah hukum tidak tertulis itu tumbuh di dalam dan bersama masyarakat secara spontan dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Karena tidak dituangkan dalam bentuk tulisan, maka seringkali tidak mudah untuk diketahui.

2. Kaidah hukum tertulis,
    Kaidah hukum tertulis yaitu yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dalm bentuk undang-undang dan sebagainya, mudah dikatahui dan lebih menjamin kepastian hukum. Konon kaidah hukum dalam bentuk tulisan pertama yang dikenal manusia dalam sejarah adalah "Undang-Undang Raja Hamurabi" dari babilon yang hidup antara tahun 1955 sampai 1913 SM.

*sumber : Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya Yogyakarta-2010, Sudikno Mertokusumo. 

Selasa, 21 Februari 2012

Hukum dan Kekuasaan

Hukum dan Kekuasaan

Memberi dan memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaidah hukum adalah penguasa, karena penegakan hukum dalam hal ada pelanggaran adalah monopoli penguasa. Hakikat kekuasaan tidak lain adalah kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

Hukum ada karena kekuasaan yang sah, kekuasaan yang sah-lah yang menciptakan hukum. Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasarkan kekuasaan yang sah pada dasarnya bukanlah hukum. Jadi hukum bersumber dari kekuasaan yang sah.

Ada kalanya hukum tidak bersumber pada kekuasaan yang sah atau kekuasaan yang menurut hukum yang berlaku sesungguhnya tidak berwenang. Revolusi contohnya, merupakan kekuaaan yang tidak sah (coup d'eatat) dan sering merupakan kekerasan atau kekuatan fisik. kekuatan fisik ini seringkali menghapus hukum yang lama dan menciptakan hukum baru. Revolusi baru menciptakan hukum apabilarevolusi itu berhasil dan mendapat dukungan rakyat, kalu revolusi itu tidak berhasil maka revolusi tidak merupakan sumber hukum. UU No. 19 Tahun 1964, revolusi disebut sebagai sumber hukum. Hukum dapat pula bersumber pada kekuatan fisik, tetapi kekuatan fisik bukan merupakan unsur hukum.

Hukum pada hakikatnya adalah kekuasaan. Hukum itu mengatur, mengusahakan ketertiban dan membatasi ruang gerak individu. Ada istilah "rule of law", dikarenakan adanya penguasa yang menyalahgunakan hukum, menciptakan hukum semata-mata untuk kepentingan penguasa itu sendiri atau yang sewenang-wenang mengabaikan hukum. Rule of law dari kata-katanya berarti pengaturan oleh hukum. Jadi, yang mengatur adalah hukum, hukumlah yang memerintahkan atau berkuasa, yang mana berarti supremasi hukum.

Pengertian rule of law ini timbul pada tahun 1955, yaitu pada waktu diadakan Kongres Internasional pertama yang disponsori oleh International Commission of Jurists yang diadakan di Atena dan dihadiri oleh serjana hukum dari 48 negara (Act of Athene 18 Juni 1955).

*sumber : Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya Yogyakarta-2010, Sudikno Mertokusumo.

Senin, 20 Februari 2012

Kaidah Hukum

Kaidah Hukum

Tujuan, Isi, Asal Usul, Sanksi dan Daya Kerja beberapa Kaidah yang berkembang dalam masyarakat :

Kaidah Kepercayaan  :
Tujuan : Umat manusia; penyempurnaan manusia; jangan sampai manusia jahat.
Isi : ditujukan kepada sikap batin.
Asal Usul : dari Tuhan
Sanksi : dari Tuhan
Daya Kerja : membebani kewajiban

Kaidah Kesusilaan :
Tujuan : Umat manusia; penyempurnaan manusia; jangan sampai manusia jahat.
Isi : ditujukan kepada sikap batin.
Asal Usul : dari diri sendiri
Sanksi : dari diri sendiri
Daya Kerja : membebani kewajiban

Kaidah Sopan Santun :
Tujuan : Pembuatnya yang konkret; keterlibatan masayarakat; jangan sampai ada korban.
Isi : ditujukan kepada sikap lahir.
Asal Usul : kekuasaan luar yang memaksa
Sanksi : dari masyarakat yang tak resmi
Daya Kerja : membebani kewajiban

Kaidah Hukum :
Tujuan : Pembuatnya yang konkret; keterlibatan masayarakat; jangan sampai ada korban.
Isi : ditujukan kepada sikap lahir.
Asal Usul : kekuasaan luar yang memaksa

Sanksi : dari masyarakat yang resmi
Daya Kerja : membebani kewajiban dan memberi hak

Kaidah kepercayaan, kesusialaan dan sopan santun hanya membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban saja, sedangankan kaidah hukum selain membebani manusia dengan kewajiban, juga memberi manusia hak, kaedah hukum bersifat normatif dan atributif.

*sumber : Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya Yogyakarta-2010, Sudikno Mertokusumo.

Jumat, 17 Februari 2012

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Di dalam tindak pidana ada terdapat unsur-unsur. Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi, maka perbuatan maupun pelakunya dapat dilakukan tindak pidana dengan sanksi pidana.
Unsur formal dalam tindak pidana meliputi :
  1. Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia;
  2. Melanggar peraturan pidana, dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada tindak pidana;
  3. Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan;
  4. Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta Orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena Si-pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang;
  5. Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.
Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.
Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan. Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana.
Unsur ini meliputi :
  1. Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal 338 KUHP), menganiaya (Pasal 351 KUHP).
  2. Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan lain-lain.
  3. Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.
Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi :
  • Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).
  • Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain.
  • Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau poging (Pasal 53 KUHP).
  • Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan lain-lain
  • Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade), dimana hal ini terdapat dalam membuang anak sendiri (Pasal 308 KUHP), membunuh anak sendiri (Pasal 341 KUHP), membunuh anak sendiri dengan rencana (Pasal 342 KUHP).
*sumber : TINDAK PIDANA PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO TANPA IZIN STASIUN RADIO (ISR), Skripsi-2011, Hendry Junaidi.

Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana

Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana

Hukum Pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum yaitu :
  • Asas Teritorialitas (teritorialiteit beginsel)
Ketentuan asas ini tercantum dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan bahwa “ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di dalam wilayah Indonesia melakukan tindak pidana”, maksudnya yaitu siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah Indonesia, maka baginya dikenakan aturan pidana yang dicantumkan dalam undang-undang Indonesia. Selain itu pada Pasal 3 KUHP juga menyatakan “ketentuan pidana dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar Indonesia di atas bahtera Indonesia melakukan tindak pidana”, maksudnya untuk menyatakan suatu kepastian hukum bahwa setiap kapal yang berbendera Indonesia dan bergerak di luar wilayah teritorial, maka aturan pidana terus mengikutinya. Tetapi tidak berarti bahwa kapal yang berbendera Indonesia itu adalah Wilayah Republik Indonesia, hanya saja ukuran yang di pakai dalam hal ini adalah “alat pelayaran” dan “alat udara” Indonesia.
  • Asas Nasionalitas Aktif (actief nationaliteit beginsel)
Asas kepentingannasional dalam aturan pidana disebut “Nasionalitas Aktif” atau “Asas Personalitas (personaliteit beginsel) dan dicantumkan dalam Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan, bahwa “Ketentuan dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang di luar Indonesia melakukan :
  1. Salah satu kejahatan yang dituangkan pada Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal 160, 16, 240, 279, 450 dan 451.
  2. Suatu peristiwa yang dipandang sebagai kejahatan yang menurut ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia dan dapat dipidanakan menurut undang-undang negara tempat perbuatan itu dilakukan.
  • Asas Nasionalitas Pasif (pasief nasionaliteit beginsel)
Asas ini diatur dalam Pasal 4 sub 1e, 2e dan 3e, dan Pasal 7 dan Pasal 8 KUHP. Asas ini disebut “asas perlindungan” yang menentukan bahwa berlakunya undang-undang hukum pidana suatu negara didasarkan kepada kepentingan hukum dari negara yang bersangkutan. Asas ini adalah didasarkan bahwa tiap-tiap negara yang berdaulat berhak untuk melindungi kepentingan hukumnya, walaupun dilakukan oleh orang di luar negara tersebut (state’s sovereignty).
  • Asas universalitas (universaliteit beginsel)
Asas ini menentukan bahwa undang-undang hukum pidana dari suatu negara dapat diberlakukan terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap ketertiban hukum seluruh dunia. Dalam KUHP asas ini tercantum dalam Pasal 4 sub 4e.

*sumber : Hukum Pidana, Syiah Kuala University Press-2009, Mukhlis-dkk.

Tujuan dan Fungsi Hukum Pidana

Tujuan dan Fungsi Hukum Pidana

Wirjono Projodikoro menyatakan tujuan hukum pidana adalah untuk memenuhi rasa keadilan, dengan cara :
  • Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik secara menakut-nakuti orang banyak (geneale preventie) maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventie).
  • Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Secara umum hukum pidana berfungsi mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat terciptanya dan terpeliharanya ketertiban umum.
Adapun fungsi hukum pidana secara khusus yang merupakan sebagai bagian hukum publik yaitu sebagai berikut :
  • Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan-perbuatan yang menyerang atau memperkosa kepentingan hukum tersebut;
  • Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum;
  • Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara menjalankan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum.
*sumber : Hukum Pidana, Syiah Kuala University Press-2009, Mukhlis-dkk.

Kamis, 16 Februari 2012

Istilah dan Pengertian Hukum Pidana



Istilah dan Pengertian Hukum Pidana

Hukum Pidana terjemahan dari bahasa Belanda "Strafrecht", straf berarti Pidana (hukuman), sedangkan recht artinya hukum. Sehingga Strafrecht  dapat diartikan dengan hukum pidana.
Beberapa para sarjana medefinisikan hukum pidana sebagai berikut :
  • - W.L.G. Lemair;
Hukum pidana terdiri dari norma-norma yang berisikan keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk UU) telah dikaitkan dengan sanksi berupa hukuman, yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus.
  • - C.S.T. Kansil;
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
  • - Moeljatno.
Hukum pidana adalah bagian keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
  1. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut;
  2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancam;
  3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disanka telah melanggar larangan tersebut.
Dalam hukum pidana untuk perbuatan dipakai asas legalitas, sedangkan untuk pertanggung jawaban digunakan asas tiada pidana tanpa kesalahan dan cara pengenaan pidana salah satu asasnya adalah asas praduga tak bersalah.
*sumber : Hukum Pidana, Syiah Kuala University Press-2009, Mukhlis-dkk.

Selamat Datang

Selamat Datang di Blog Belajar Ilmu Hukum

Alhamdulillah....,

Hari ini Kamis 16 April 2012, Blog Belajar Ilmu Hukum terbitkan. Semoga bermanfaat buat diri penulis dan pengunjung.

Blog ini dibuat guna berbagi pengalaman, pengetahuan dan sambil belajar mengenai hukum. Disamping itu pengunjung dapat mengetahui dan menambah pengetahuan dan ilmunya tentang hukum, terutama hukum-hukum yang berkembang khususnya di Indonesia.

Diharapkan juga masukan, saran serta komentarnya dan kritikan untuk membangun, sehingga kita semua dapat memahami dan mempelajari serta mengahayati dari sudut pandang yang luas untuk mendapatkan satu pemahaman yang benar.

.......salam.......


Hendry Junaidi