Halaman

Kamis, 12 April 2012

PERBEDAAN ISTILAH PELAPORAN DENGAN PENGADUAN


Perbedaan Istilah Pelaporan dengan Pengaduan

Dari segi hukum antara istilah pengaduan dan pelaporan terdapat perbedaan sebagai berikut :

Pelaporan :
a.   Dapat dilakukan terhadap semua kejadian dan semua perbuatan, baik yang bersifat pidana maupun tidak, yang biasanya dilakukan bila ada permintaan dari orang yang berkepentingan;
b.      Dapat dilakukan oleh semua orang terhadap kejadian yang diketahuinya;
c.       Dapat dijadikan dasar penuntutan, tetapi bukanlah merupakan suatu keharusan;
d.      Dapat dilakukan terhadap semua tindak pidana.

sedangkan

Pengaduan :
  1. Hanya dapat dilakukan terhadap perbuatan pidana, dan harus dinyatakan secara tegas agar perkara tersebut diperiksa;
  2. Hanya dapat diadukan oleh orang-orang tertentu yang merasa dirugikan atau yang berhak;
  3. Menjadi syarat untuk diadakannya penuntutan;
  4. Hanya terbatas pada delik aduan saja.


*sumber : Hukum Pidana, Syiah Kuala University Press-2009, Mukhlis-dkk.

Minggu, 08 April 2012

DELIK ADUAN


Delik Aduan

Istilah delik aduan (klacht delict), ditinjau dari arti kata klacht atau pengaduan berarti tindak pidana yang hanya dapat dilakukan penuntutan setelah adanya laporan dengan permintaan untuk dilakukan penuntutan terhadap orang atau terhadap orang tertentu.

Pada delik aduan, jaksa hanya akan melakukan penuntutan apabila telah ada pengaduan dari orang yang menderita, dirugikan oleh kejahatan tersebut. Pengaturan delik aduan tidak terdapat dalam Buku ke I KUHP, tetapi dijumpai secara tersebar di dalam Buku ke II. Tiap-tiap delik yang oleh pembuat undang-undang dijadikan delik aduan, menyatakan hal itu secara tersendiri, dan dalam ketentuan yang dimaksud sekaligus juga ditunjukan siapa-siapa yang berhak mengajukan pengaduan tersebut.

Pembentuk undang-undang telah menyaratkan tentang adanya suatu pengaduan bagi delik tertentu. Adapun sebabnya menurut Von Liszt, Berner dan Von Swinderen adalah bahwa dipandang secara objektif pada bebrapa delik tertentu itu kerugian material atau ideal dari orang yang secara langsung telah dirugikan harus lebih diutamakan daripada kerugian-kerugian lain pada umumnya. Menurut MvT (Memori van Teolichting), disyaratkannya suatu pengaduan pada beberapa delik tertentu itu adalah berdasarkan pertimbangan bahwa ikut campurnya penguasa di dalam suatu kasus tertentu itu mungkin akan mendatangkan kerugian yang lebih besar bagi kepentingan-kepentingan tertentu dari orang yang telah dirugikan daripada kenyataan, yakni jika penguasa telah tidak ikut campur di dalam kasus tertentu. Sehingga keputusan apakah seseorang yang telah merugikan itu perlu dituntut atau tidak oleh penguasa, hal tersebut diserahkan kepada pertimbangan orang yang telah merasa dirugikan.

Pembagian Delik Aduan

Delik aduan dibagi dalam dua jenis :

1.      Delik aduan absolut (absolute klacht delict)
Menurut Tresna Delik aduan absolut adalah tiap-tiap kejahatan yang dilakukan, yang hanya akan dapat diadakan penuntutan oleh penuntut umum apabila telah diterima aduan dari yang berhak mengadukannya. Pompe mengemungkakan delik aduan absolut adalah delik yang pada dasarnya, adanya suatu pengaduan itu merupakan voorwaarde van vervolgbaarheir atau merupakan syarat agar pelakunya dapat dituntut.
Kejahatan-kejahatan yang termasuk dalamjenis delik aduan absolut seperti :
    1. Kejahatan penghinaan (Pasal 310 s/d 319 KUHP), kecuali penghinaan yang dilakukan oleh seseoarang terhadap seseorang pejabat pemerintah, yang waktu diadakan penghinaan tersebut dalam berdinas resmi. Si penghina dapat dituntut oleh jaksa tanpa menunggu aduan dari pejabat yang dihina.
    2. Kejahatan-kejahatan susila (Pasal 284, Pasal 287, Pasal 293 dana Pasal 332 KUHP).
    3. Kejahatan membuka rahasia (Paal 322 KUHP)

2.      Delik aduan relatif (relatieve klacht delict)
Delik aduan relatif adalah kejahatan-kejahatan yang dilakukan, yang sebenarnya bukan merupakan kejahatan aduan, tetapi khusus terhadap hal-hal tertentu, justru diperlukan sebagai delik aduan. Menurut Pompe, delik aduan relatif adalah delik dimana adanya suatu pengaduan itu hanyalah merupakan suatu voorwaarde van vervolgbaarheir atau suatu syarat untuk dapat menuntut pelakunya, yaitu bilamana antara orang yang bersalah dengan orang yang dirugikan itu terdapat suatu hubungan yang bersifat khusus.
Umumnya delik aduan retalif ini hanya dapat terjadi dalam kejahatan-kejahatan seperti :
    1. Pencurian dalam keluarga, dan kajahatan terhadap harta kekayaan yang lain yang sejenis (Pasal 367 KUHP);
    2. Pemerasan dan ancaman (Pasal 370 KUHP);
    3. Penggelapan (Pasal 376 KUHP);
    4. Penipuan (Pasal 394 KUHP).

Beberapa hal perbedaan antara delik aduan absolut dengan delik aduan relatif :
  1. Delik aduan relatif ini penuntutan dapat dipisah-pisahkan, artinya bila ada beberapa orang yang melakukan kejahatan, tetapi penuntutan dapat dilakukan terhadap orang yang diingini oleh yang berhak mengajukan pengaduan. Sedangkan pada delik aduan absolut, bila yang satu dituntut, maka semua pelaku dari kejahatan itu harus dituntut juga.
  2. Pada delik aduan absolute, cukup apabila pengadu hanya menyebutkan peristiwanya saja, sedangkan pada delik aduan relatif, pengadu juga harus menyebutkan orang yang ia duga telah merugikan dirinya.
  3. Pengaduan pada delik aduan absolut tidak dapat di pecahkan (onsplitbaar), sedangkan Pengaduan pada delik aduan relatif dapat dipecahkan (splitbaar).

Pihak yang berhak mengajukan Pengaduan dan Tenggang Waktu Mengajukan Pengaduan

Pihak-pihak yang berhak mengajukan aduan dan jangka waktunya, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 72 KUHP seperti :
  1. Wakilnya yang sah dalam perkara sipil, atau wali, atau pengaduan orang tertentu (khusus untuk orang yang belum dewasa). Misalnya orang tua korban, pengacara, pengampu (curator) dan wali.
  2. Orang yang langsung dikenai kejahatan itu (korban).

Adapun tenggang waktu untuk mengajukan aduan tersebut diatur dalam Pasal 74 ayat (1) KUHP. Maksud Pasal 74 ayat (1) yaitu kalau seseorang mempunyai hak untuk mengajukan aduan, ia hanya boleh memasukan aduan tersebut paling lama dalam jangka waktu enam bulan setelah kejadian itu diketahuinya, tetapi kalau kebetulan ia berdiam di luar negeri, maka tenggang waktu itu paling lama sembilan bulan.


*sumber : Hukum Pidana, Syiah Kuala University Press-2009, Mukhlis-dkk.

Rabu, 04 April 2012

DELIK


Delik
Delik Mengadung bebrapa istilah yaitu perbuatan pidana, peristiwa pidana, tindak pidana atau jamirah. Yang mengadung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, yang dibentuk oleh kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.
Istilah-istilah itu ditangapi oleh Prof. Moeljatno, SH. sebagai berikut :
  • Perbuatan pidana adalah perbuatan yangdilarang oleh suatu aturan hukum, yang disertai ancaman (sanksi)berupa pidana tertentu bagi mereka yang melanggar larangan tersebut.
  • Dapat juga dikatakanbahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh suatu aturan hukum, namun perlu diingat bahwa larangan ditunjukan pada perbuatannya (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh seseorang), sedangkan ancaman pidana ditunjukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
  • Ada istilah lain yang diapakai dalam hukum pidana, yaitu tindak pidana. Istilah tersebut dilihat karena memandang perbuatan pidana mengandung pengertian bahwa pertama adalah kelakuan dan kejadian yang ditimbulkan oleh kesalahan seseorang,dan kedua adalah perbuatan pidana tidak dihubungkan dengan kesalahan yang merupakan pertanggungan jawab pidana.
Secar mendasar perumusan delik hanya mempunyai dua elemen (unsur) dasar yaitu:
  1. Bagian yang objektif menurut delik dari perbuatan/kelakuan dan akibat, yang merupakan kejadian yang bertentangan dengan hukum positif sebagai anasir yang melawan hukum yang dapat diancam dengan pidana.
  2. Bagian yang subjektif yang merupakan anasir kesalahan dari delik.
Adapun tiap-tiap perbuatan pidana (delik) terdiri atas elemen-elemen lahir, yaitu:
  1. Kelakuan (perbuatan) dan akibat untuk timbulnya delik masih diperlukan.
  2. Hal ikhwal (keadaan tertentu) yang menyertai perbuatan yang dapat dibagi dalam :
  • Mengenal diri orang yang melakukan delik (anasir subjektif).
  • Mengenal hal di luar diri si pembuat (anasir objektif).
Macam-Macam Delik
Pengolongan jenis-jenis delik terdapat di dalam KUHP dan di luar KUHP. Jenis-jenis delik dalam KUHP terdiri dari atas Kejahatan (misdrijven) dan Pelanggaran (overtredingen),atau disebut delik hukum (rechtsdelicten) dan delik undang-undang (wetdelicten).
Suatu perbuatan merupakan delik hukum (kejahatan) apabila perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum yang ada dalam kesadaran hukum dari rakyat, terlepas dari apakah asas-asas hukum tersebut dicantumkan atau tidak dalam undang-undang pidana. Recht delictum adalah perbuatan dalam keinsyafan batin manusia yang dirasakan sebagai perbuatan tidak adil menurut undang-undang dan perbuatan tidak adil menurut asas-asas hukum yang yang tidak dicantumkan secara tegas dalam undang-undang pidana. Tegasnya,perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, tetapi masyarakat memandang sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan bertentangan dengan hukum masyarakat yang bersangkutan, maka di situ merupakan rechtdelicten sebagai suatu kejahatan.
Westdelicten adalah perbuatan yang menurut keinsyafan batin manusia tidak dirasakan sebagai perbuatan tidak adil, tetapi baru dirasakan sebagai perbuatan terlarang karena undang-undang mengancam dengan pidana. Jadi, delik undang-undang merupakan perbuatanyang bertentangan dengan apa yang secara tegas dicantumkan dalam undang-undang pidana. terlepas dari apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak dengan kesadaran hukum rakyat.
Jenis-jenis delik di luar KUHP menurut ilmu pengetahuan, terdiri atas 10 macam :
1.      Doleuse Delicten dan Cu;pose Delicten. Doleuse delicten ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan sengaja. Culpose delicten ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan kealpaan.
2.      Formele Delicten dan Materiele Delicten. Formele delicten ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan kelakuan yang dilarang dan diancam dengan unang-undang. Materiele delicten ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan akibat yang dilarang dan diancam dengan undang-undang.
3.      Commisie Delicten dan Ommisie Delicten. Commisie delicten atau delicta commisionis ialah delik yang terjadi karena suatu perbuatan seseorang yang meliputi delik formil dan delik materil. Ommisie delicten atau delicte ommisionis ialah delik yang terjadi karena seseorang tidak berbuat sesuatu dan biasanya merupakan delik formil.
4.      Zelfstandige Delicten dan Voortgezette Delicten. Zelfstandige delicten ialah delik yang berdiri sendiri yang terdiri atas suatu perbuatan tertentu. Voortgezette delicten ialah delik yang terdiri atas beberapa perbuatan berlanjut.
5.      Alfopende Delicten dan Voortdurande Delicten. Alfopende delicten ialah delik yang terdiri atas kelakuan untuk berbuat atau tidak berbuat dan delik telah selesai ketika dilakukan. Voortdurande delicten ialah delik yang terdiri atas melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang pada mulanya ditimbulkan untuk sekali perbuatan.
6.      Enkelvoudige Delicten dan Samengestelde Delicten. Enkelvoudige delicten mempunyai arti yang dubious (kesamaan) dengan alfopende delicten, yaitu delik yang selesai dengan satu kelakukan. Samengestelde delicten ialah delik yang terdiri atas lebih dari satu perbuatan.
7.      Eenvoudige Delicten dan Gequalificeerde Delicten. Eenvoudige delicten ialah delik biasa sedangkan Gequalificeerde delicten ialah delik yang mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur yang memberatkan atau juga disebut geprivilrgieerde delicten yaitu delik yang mempunyai bentuk pokok dan disertai unsur yang meringankan.
8.      Polietieke Delicten dan Commune Delicten. Polietieke  delicten ialah delik yang dilakukan karena adanya unsure politik, antara lain :
a.      Gemengde politieke delicten yang merupakan pencurian terhadap document Negara.
b.      Zuivere politieke delicten yang merupakan kejahatan pengkianatan intern dan pengkianatan ekstern.
c.       Connexe politieke delicten yang merupakan kejahatan menyembunyikan senjata.
Commune delicten ialah delik yang ditunjukan pada kejahatan yang tidak termasuk keamanan Negara.
9.      Delicta Propria dan Commune Delicten. Delicta propria adalah delik yang hanya dilakukan oleh orang tertentu karena suatu kualitas, sedangkan Commune delicten ialah delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang pada umumnya.
10.  Pengelompokan Delict Berdasarkan Kepentingan Hukum yang Dilindungi. Misalnya, delik aduan, delik harta kekayaan, dan lainnya. Delik aduan ialah suatu delik yang hanya boleh dituntut jika ada pengaduan dari orang yang menderita delik. Delik putatif ialah suatu perbuatan (tetapi belum termasuk perbuatan pidana) yang disangka delik. Akibatnya, orang yang bersangkutan tidak dapat dipidana sebab ia memang tidak melakukan delik. Jadi, delik putatif dapat disebut delik sangkaan.


*sumber : Hukum Pidana Di Indonesia, Pustaka Setia Bandung-2000, Pipin Syarifin.



Senin, 26 Maret 2012

Tujuan Hukum

Tujuan Hukum

Fungsi Hukum dalam pelindungan kepentingan manusia, mempunyai tujuan pokok adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptkan ketertiban, dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban didalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antara perorangan didalam masyarakat, membagi kewenangan dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.

Ada beberapa teori tentang tujuan hukum yang dikenal :

Teori Etis
Menurut teori etis,hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang yang adil dan tidak. Dengan kata lain hukum menurut teori ini bertujuan merealisir atau mewujudkan keadilan. Geny termasuk salah seorang pendukung teori ini.

Teori Utilitis (Eudaemonistis)
Menurut teori ini, hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the greatest nmber). Pada hakikatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak. Penganut teori ini antara lain adalah Jeremy Bentham.

Teori Campuran
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Disamping tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.
Kemudian menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto, tujuan hukum adalah kedamaian hidup antarpribadi yang meliputi ketertiban ekstern antara pribadi dan ketenangan intren pribadi. Mirip dengan pendapat Purnadi adalah pendapat Van Apeldoorn yang menagtakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
Sedangkan Soebekti berpendapat bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya. Dalam mengabdi kepada tujuan negara itu dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban.

Tujuan hukum menurut hukum positif Indonesia tercantum dalam alinea 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

*sumber : Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya Yogyakarta-2010, Sudikno Mertokusumo.
 

Subyek Hukum

Subyek Hukum

Hukum itu adalah untuk manusia. Kaidah-kaidahnya yang berisi pemerintah, larangan, dan perkenaan itu ditujukan kepada anggota-anggota masyarakat. Hukum itu mengatur hubungan antara anggota-anggota masyarakat, antara subyek hukum. Adapun subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. Yang dapat memperolehhak dan kewajiban dari hukum hanyalah manusia. Jadi, manusia oleh hukum diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, sebagai subyek hukum atau sebagai orang.

Manusia bukanlah satu-satunya subyek hukum. Dalam lalulintas hukum diperlukan sesuatu hal lain yang bukan manusia yang menjadi subyek hukum. Disamping orang dikenal juga subyek hukum yang bukan manusia yang disebut badan hukum. Badan Hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Negara dan Perseroan Terbatas (PT) misalnya adalah organisasi atau kelompok manusia yang merupakan badan hukum.

Badan Hukum itu bertindak sebagai satu kesatuan dalam lalulintas hukum seperti orang. Hukum menciptakan badan hukum oleh karena pengakuan organisasi atau kelompok manusia sebagai subyek hukum itu sangat diperlukan karena ternyata bermanfaat bagi lalulintas hukum.


*sumber : Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya Yogyakarta-2010, Sudikno Mertokusumo.

Senin, 12 Maret 2012

Hukum, Hak, dan Kewajiban

Hukum

Yang dimaksud hukum pada umumnya adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum itu bukanlah merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya non-yuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktor-faktor di luar hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis.

Hukum mengatur hubungan hukum, hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaidah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif. Umum karena berlaku bagi semua orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan kepada kaidah-kaidah.

Dalam literatur hukum Belanda, hukum disebut "objectief recht", objektif karena sifatnya umum, mengikat setiap orang. Kata "recht" dalam bahasa hukum Belanda dibagi menjadi dua, yaitu "objectief recht" yang berarti hukum dan "subjectief recht" yang berarti hak dan kewajiban.

Hak dan Kewajiban 

Hukum harus dibedakan dengan hak dan kewajiban, yang timbul kalau hukum itu diterapkan terhadap peristiwa konkret. Tetapi kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila kepada sunyek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya di satu pihak hak, sedang di pihak lain kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak.

Hak itu memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam melaksanakannya, sedangkan kewajiban merupakan pembatasan dan beban, sehingga yang menonjol ialah segi aktif dalam hubungan hukum itu, yaitu hak.

Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaidah, melainkan merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lawan. Kalau ada hak maka ada kewajiban. Hak dan kewajiban ini merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum. Kalau hukum sifatnya umum karena berlakubagi setiap orang, maka hak dan kewajiban itusifatnya individual, melekat pada individu.

Hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompokyangdiharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalammelaksanakannya. Dalam setiap hak terdapat empat unsur, yaitu subyek hukum, obyek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum.

Kewajiban ialah suatu beban yang bersifat kontraktual. Hak dan kewajiban itu timbul apabila terjadi hubungan hukum antara dua pihak yang didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian. Jadi, selama hubungan hukum yang lahir dari perjanjian itubelum berkhir, maka pada salah satu pihak ada beban kontraktual, ada keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya. Sebaliknya, apa yang dinamakan tanggung jawab adalah beban yang bersifat moral. Pada dasarnya, sejak lahirnya kewajiban sudah lahir pula tanggung jawab. 

*sumber : Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya Yogyakarta-2010, Sudikno Mertokusumo.

Rabu, 22 Februari 2012

Isi, Sifat dan Bentuk Kaidah Hukum

Isi, Sifat dan Bentuk Kaidah Hukum

Kaidah hukum dilihat dari isinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) :
  1. Kaidah hukum yang berisi "Perintah", yang mana mau tidak mau harus dijalankan dan ditaati.
  2. Kaidah hukum yang berisi "Larangan".
  3. Kaidah hukum yang berisi "Perkenan", yang mana hanya mengikat sepanjang para pihak yang bersangkutan tidak menentukan lain dalam perjanjian. 
Ditinjau dari sifatnya, kaidah hukum ada 2 (dua) macam :

1. Kaidah hukum yang bersifat imperatif,
    Kaidah hukum itu imperatif apabila kaidah hukum itu bersifat apriori harus ditaati, bersifat mengikat atau memaksa. Contoh ketentuan yang bersifat imperatif, Pasa 1334 ayat 2 BW.

2. Kaidah hukum yang bersifat fakultatif.
    Kaidah hukum itu fakultatif apabila kaidah hukum itu tidak secara apriori mengikat. Kaidah hukum fakultatif ini sifatnya melengkapi, subsidiair atau dispositif.
 
Kaidah hukum yang isinya perintah dan larangan bersifat imperatif, sedangkan yang isinya perkenan bersifat fakultatif.

Bentuk kaidah hukum ada 2 (dua) :

1. Kaidah hukum tidak tertulis,
    Kaidah hukum tidak tertulis itu tumbuh di dalam dan bersama masyarakat secara spontan dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Karena tidak dituangkan dalam bentuk tulisan, maka seringkali tidak mudah untuk diketahui.

2. Kaidah hukum tertulis,
    Kaidah hukum tertulis yaitu yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dalm bentuk undang-undang dan sebagainya, mudah dikatahui dan lebih menjamin kepastian hukum. Konon kaidah hukum dalam bentuk tulisan pertama yang dikenal manusia dalam sejarah adalah "Undang-Undang Raja Hamurabi" dari babilon yang hidup antara tahun 1955 sampai 1913 SM.

*sumber : Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya Yogyakarta-2010, Sudikno Mertokusumo.